Inflasi di Indonesia pernah mencapai sekitar 635 % di tahun 1966, hal ini disebabkan pemerintah mencetak uang baru dan terjadi perubahan nilai mata uang. Dan meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk merealisasi program, baik di bidang politik maupun ekonomi.
Tahun
|
M1 *)
|
Pertambahan M1
|
Pertambahan
M1 (%)
|
Inflasi (%)
|
1958
|
19.372
|
-
|
-
|
46
|
1959
|
34.889
|
5.517
|
19
|
22
|
1960
|
47.842
|
12.953
|
37
|
38
|
1961
|
67.648
|
19806
|
41
|
27
|
1962
|
135.898
|
68.250
|
101
|
174
|
1963
|
263.361
|
127.463
|
94
|
119
|
1964
|
675.105
|
411.744
|
156
|
135
|
1965
|
2713.688
|
2.038.582
|
302
|
594
|
1966
|
5.164.522
|
2.450.864
|
90
|
635.5
|
Pertambahan jumlah uang beredar tersebut terjadi akibat tindakan pemerintah di bidang keuangan pada bulan Agustus 1959 dan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang, baik di daerah pedalaman maupun di kota besar. Selama periode 1960-1966, terjadi kenaikan angka indeks harga bahan makanan, baik dari 12 bahan makanan di daerah pedalaman Pulau Jawa maupun indeks dari 19 bahan makanan di beberapa kota besar. Kenaikan yang mencolok terjadi pada tahun 1961 dan tahun-tahun berikutnya.
Kenaikan inflasi ini selain disebabkan oleh tindakan moneter pada bulan Agustus 1959, juga diakibatkan oleh tindakan moneter kedua, yaitu pengeluaran uang rupiah baru pada tanggal 13 Desember 1965 dengan Penpres No. 27 tahun 1965. Bahwa tindakan-tindakan moneter itu tidak mencapai sasarannya karena meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk merealisasi program, baik di bidang politik maupun ekonomi.
Di sektor swasta, meningkatnya pemberian kredit ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya inflasi dalam negeri yang tercermin pada meningkatnya harga barang-barang dan jasa. Akibat ongkos-ongkos eksploitasi dan investasi perusahaan-perusahaan yang juga meningkat, maka kebutuhan kredit dari bank-bank secara langsung juga bertambah. Di sektor luar negeri, tercermin pada menurunnya kekayaan emas dan devisa pemerintah yang bertalian erat dengan menurunnya penerimaan ekspor pada tahun-tahun yang bersangkutan. Untuk mengurangi pengaruh penurunan cadangan devisa, jumlah impor terpaksa diperkecil. Namun, neraca berjalan masih tetap mengalami defisit karena pada saat yang bersamaan terjadi penurunan sokongan/pampasan luar negeri. Hal tersebut diikuti pula dengan meningkatnya pembayaran angsuran utang-utang luar negeri, sehingga deficit neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan makin besar.
Sumber: SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1959-1966